1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiAsia

Seberapa Sukses Inisiatif Belt and Road Xi Jinping?

Chun Yeh Chia
17 Oktober 2023

Beijing gelar konferensi Belt and Road Forum, menandai 10 Tahun Belt and Road Initiative (BRI), proyek global ambisius yang dicanangkan presiden Xi Jinping. Seberapa sukseskah BRI sampai saat ini?

https://p.dw.com/p/4XcK1
Persiapan Forum BRI di Beijing
Persiapan Forum BRI di BeijingFoto: Ng Han Guan/AP/picture alliance

Beijing mengundang para pemimpin dunia menghadiri konferensi Belt and Road Forum, menandai peringatan 10 tahun Belt and Road Initiative (BRI), yang disebut-sebut sebagai "impian besar” Presiden Xi Jinping. Para pemimpin dan perwakilan dari lebih negara berdatangan, termasuk termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin. Presiden Joko Widodo berangkat diiringi rombongan menteri dan sudah tiba hari Selasa (17/10) di Beijing.

Pada tahun 2013, pemimpin Cina yang belum lama menjabat, Xi Jinping, memperkenalkan proyek ambisius "One Belt One Road", yang disebutnya sebagai inti dari "diplomasi negara besar" ini dan sekaligus merupakan "strategi penting untuk mewujudkan impian besar Cina.”.

Sepuluh tahun kemudian, BRI telah memperluas jangkauannya ke Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika Latin, jauh melebihi Jalur Sutra kuno. BRI menjadi sebuah kerangka besar hubungan politik dan geoekonomi Cina di semua benua.

Namun belakangan, BRI juga menghadapi berbagai tantangan berat. Selain pandemi Covid dan perang di Ukraina yang membuat perkembangan ekonomi makin tidak pasti, di beberapa negara pinjaman infrastruktur telah berkontribusi terhadap tingkat utang yang tidak berkelanjutan dan menciptakan ketergantungan politik yang besar.

Belt and Road Initiative (BRI) adalah impian besar Xi Jinping
Belt and Road Initiative (BRI) adalah impian besar Xi JinpingFoto: Mark Schiefelbein/AP Photo/picture alliance

Ada kisah sukses

Menurut data resmi Cina, pada Juni 2023 negara itu menandatangani lebih dari 200 perjanjian kerja sama Belt and Road dengan 152 negara dan 32 organisasi internasional. BRI telah melampaui volume US$1 triliun dalam partisipasi kumulatif sejak didirikan pada tahun 2013, menurut Green Finance and Development Center di Universitas Fudan.

Chien-fu Chen, Direktur Eksekutif Pusat Penelitian BRI di Universitas Tamkang di Taiwan, kepada DW mengatakan, bagi pemerintahan Xi Jinping, mencapai "Impian Cina" melalui BRI bukan hanya tentang memperoleh kekuatan nyata, melainkan juga tentang keseimbangan kekuatan melawan Barat. Dari perspektif ini, ia yakin BRI "sebagian besar berhasil.”

"BRI kini telah menjangkau Afrika, Amerika Tengah, dan bahkan Asia Tenggara. BRI juga telah meluas ke kepulauan Pasifik Selatan… BRI terus berkembang seiring dengan situasi internasional dan hubungan persahabatan Cina, dan telah bertransformasi dari pembangunan infrastruktur tahap awal hingga pengendalian energi dan telah menjadi pos militer strategis yang penting. Cina berharap bisa mendorong pengaruh diplomatik, militer, dan politiknya," kata Chien-fu Chen.

Bulan Oktober lalu, Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Indonesia resmi dioperasikan. Proyek andalan ini dibangun oleh perusahaan patungan badan usaha milik negara Cina dan Indonesia. Kereta api ini merupakan kereta api berkecepatan tinggi pertama di Asia Tenggara, dan merupakan proyek kereta api berkecepatan tinggi pertama di luar negeri bagi Cina. Beijing menyediakan sebagian pendanaannya melalui pinjaman.

Kereta Cepat Jakarta-Bandung buatan Cina
Kereta Cepat Jakarta-Bandung buatan CinaFoto: Xu Qin/Xinhua/picture alliance

Banyak juga kegagalan

Namun, hal ini tidak berarti BRI tidak menghadapi kemunduran. Dalam dekade terakhir, Cina telah menjadi kreditor terbesar bagi banyak negara berkembang. Negara-negara Barat mengeritik hal ini sebagai "diplomasi perangkap utang” melalui BRI. Salah satu contoh paling umum adalah Sri Lanka, yang menyatakan kebangkrutan pada tahun 2022. Cina adalah kreditor terbesar Sri Lanka, menyumbang sekitar 52% dari total utangnya, sekitar US$7,3 miliar.

Sri Lanka meminjam uang dari Cina untuk membangun Pelabuhan Hambantota, tetapi tidak dapat membayar utangnya. Pada tahun 2017, pelabuhan laut dalam itu lalu disewakan ke Cina untuk jangka waktu 99 tahun. Selain Sri Lanka, banyak negara lain yang menghadapi tantangan risiko serupa. Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe juga akan menghadiri Forum BRI di Beijing minggu ini dan bertemu dengan presiden Xi Jinping.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Indonesia awalnya diperkirakan menghabiskan dana US$5,5 miliar, namun ternyata biaya pembangunannya mengalami pembengkakan sampai lebih dari US$7 miliar. Beberapa pihak khawatir, Indonesia bisa terjerumus ke dalam "jebakan utang” di masa depan.

Melemahnya perekonomian Cina juga menjadi tantangan bagi BRI. Menurut data terbaru dari Green Finance and Development Center di Universitas Fudan, untuk proyek konstruksi, volume kesepakatan pada paruh pertama tahun 2023 merupakan yang terendah sejak BRI diumumkan pada 2013.

Presiden Xi Jinping baru-baru ini mengusulkan beberapa konsep baru, seperti Inisiatif Pembangunan Global, Inisiatif Keamanan Global, dan Inisiatif Peradaban Global. Sebagian pengamat percaya, ketiga "inisiatif global” ini disiapkan untuk menggantikan BRI sebagai inti kerangka diplomatik dan ekonomi pada dekade berikutnya.

(hp/as)