1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikAsia

Pendukung ISIS Galang Dana untuk Beli Makanan, Apa Iya?

Cathrin Schaer
14 September 2022

Dalam kampanye mereka, sering dikatakan bahwa uang yang terkumpul akan dipakai untuk membantu keluarga di Kamp al-Hol untuk membeli makanan, obat-obatan, atau pakaian. Benarkah?

https://p.dw.com/p/4GmL8
Perempuan Suriah di Kamp al-Hol
Perempuan Suriah di Kamp al-HolFoto: Maya Alleruzzo/AP Photo/picture alliance

"Pesan ini adalah awal dari ajakan penting untuk berdonasi," demikian bunyi sebuah pesan dalam bahasa Jerman di layanan Telegram pada akhir Juli lalu.

"Di dalam kamp ada dua orang saudara laki-laki, berusia 15 dan 17 tahun, tengah bersembunyi. Keluarga mereka di negara orang-orang yang tidak beriman telah mempublikasi foto-foto mereka dan ingin memulangkan mereka kembali ke negaranya." Namun, ibu dari anak laki-laki itu ingin "membawa mereka ke tempat yang aman," masih menurut pesan tersebut.

Ujung-ujungnya, pesan itu juga menyebutkan bahwa sang ibu perlu uang donasi senilai total €14.000 atau sekitar Rp200 juta. Uang itu akan dipakai untuk membayar penyelundup manusia guna mengeluarkan kedua remaja itu dari Kamp al-Hol, sebuah kamp di timur laut Suriah untuk para pengungsi.

Ini bukan satu-satunya kampanye mengumpulkan dana atau crowdfunding terkait Kamp al-Hol.

Mayoritas dihuni perempuan

Diperkirakan saat ini ada sekitar 56.000 orang di kamp ini. Menurut penelitian oleh Institut Perdamaian Amerika Serikat di Washington, lebih dari 90% yang berada di kamp adalah perempuan dan anak-anak. Dari kelompok tersebut, sekitar dua pertiganya berusia di bawah 18 tahun.

Hampir semua perempuan dan anak-anak dibawa ke kamp ini setelah tahun 2018, saat ISIS terusir dari wilayah yang mereka kuasai di Irak dan Suriah. Mayoritas para perempuan itu adalah janda para simpatisan ISIS.

Kamp al-Hol dikelola dan dijaga oleh militer Kurdi Suriahyang mengendalikan bagian negara ini. Kehidupan di kamp yang seukuran kota besar ini begitu sulit dan berbahaya. PBB melaporkan telah terjadi 106 pembunuhan, termasuk pemenggalan kepala, di kamp itu dalam rentang waktu Januari 2021 hingga Juni 2022.

Para pengamat mengatakan penghuni kamp ini terbagi antara mereka yang masih menganut ideologi fanatik ISIS (diperkirakan jumlahnya mencapai sepertiganya), dan mereka yang lari dari ISIS.

Mayoritas perempuan di kamp ini hanya punya sedikit pemasukan. Inilah sebabnya selama beberapa tahun terakhir, pendukung ISIS di luar kamp berkampanye mengumpulkan uang untuk para keluarga yang tinggal di dalam kamp. 

Bantuan untuk 'saudara perempuan'

Para peneliti mengatakan bahwa sejak sekitar pertengahan 2019, orang-orang di luar kamp telah mempromosikan kampanye dengan cara crowdfunding di internet. Judul-judul kampanye pengumpulan dana ini beragam, seperti: Keadilan bagi Saudara Perempuan, Burung dalam Sangkar, atau Saudara Perempuan dalam Tenda.

Kampanye biasanya dapat ditemukan di aplikasi pengiriman pesan pribadi seperti Telegram atau di media sosial seperti Instagram dan Facebook.

Dalam laporan tahun 2021, Pusat Pemberantasan Terorisme di Akademi Militer West Point di Amerika Serikat menghitung ada sekitar 40 inisiatif kampanye semacam itu dari seluruh dunia. Pesan semacam ini paling sering muncul dalam bahasa Jerman, Arab, Turki, Inggris, Prancis, dan Rusia.

Dalam kampanye itu sering kali dikatakan bahwa mereka mengumpulkan uang untuk membantu keluarga di al-Hol membeli makanan, obat-obatan, mainan atau pakaian.

Dipakai untuk selundupkan manusia

Namun, ternyata uang yang terkumpul tidak selalu dipakai untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Beberapa kampanye crowdfunding kini juga mengumumkan bahwa mereka akan lebih fokus pada mengumpulkan dana untuk menyelundupkan orang keluar dari kamp. Demikian menurut laporan kata pemantau media sosial di Pusat Internasional untuk Studi Ekstremisme Kekerasan (ICSVE).

Salah satunya yaitu kampanye penggalangan dana untuk dua remaja laki-laki di saluran Telegram berbahasa Jerman seperti yang diceritakan di awal. Kampanye ini diberi judul: "Belanjakan di Jalan Allah".

"Dan pergeseran ini terjadi karena beberapa alasan yang sangat praktis," ujar Direktur ICSVE Anne Speckhard kepada DW. Salah satunya adalah bahwa usia sejumlah anak saat ini telah bertambah dan tidak bisa ditempatkan di kamp umum, ujar Speckhard. Remaja laki-laki pada akhirnya akan dipisahkan dari keluarga mereka oleh militer Kurdi Suriah yang mengelola al-Hol, dan dimasukkan ke penjara lain.

Inilah yang membuat para ibu khawatir dan meminta bantuan uang untuk menyelundupkan anak-anak lelaki mereka dari kamp. Sayangnya, para remaja ini kemudian diselundupkan ke tangan ISIS dan kelompok militan lainnya untuk dilatih paramiliter, kata Speckhard. Sementara gadis remaja yang keluar sering dikirim untuk menjadi istri pengikut ISIS di tempat lain.

"Penyelundupan anak laki-laki keluar dari kamp dan masuk ke kelompok militan telah berlangsung sejak hari pertama di kamp itu," kata Vera Mironova, seorang akademisi Rusia-Amerika dan penulis buku berjudul From Freedom Fighters to Jihadists yang terbit tahun 2019. 

Berlomba menggalang dana

Di masa lalu, beberapa penggalangan dana mungkin mengatakan bahwa mereka menggunakan uang itu untuk membebaskan perempuan atau anak-anak dari kamp karena ide itu lebih menarik bagi calon donor.

Uang yang terkumpul dibawa ke kamp Suriah melalui kombinasi sistem keuangan resmi dan tidak resmi. Termasuk lewat sistem pembayaran online seperti PayPal, transfer bank, lewat Western Union dan semacamnya. Mereka juga memakai jaringan transfer uang informal yang dikenal sebagai "hawala."

Sekitar 85% penduduk al-Hol adalah orang Irak atau Suriah dan selebihnya berasal dari 60 negara lain. Sebagian besar datang ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok ISIS karena tertarik dengan ideologi ekstrem kelompok ini.

Kontroversi pemulangan kembali

Meski tidak dikatakan dalam kampanye penggalangan dana di atas, dua remaja laki-laki yang tertulis dalam crowdfunding ini sebenarnya berasal dari Tajikistan, salah satu negara yang sangat proaktif memulangkan penduduk mereka dari al-Hol.

Menurut Human Rights Watch, pada tahun 2021 hanya 25 negara yang aktif berusaha membawa warganya kembali pulang dari Kamp al-Hol. Negara-negara Asia Tengah seperti Kazakhstan, Tajikistan, Kirgistan, dan Uzbekistan termasuk di antara negara-negara yang paling proaktif di bidang ini. Pada akhir Juli, 42 perempuan asal Tajikistan dan 104 anak-anak telah kembali ke negara itu.

Terlepas dari kondisi di Kamp al-Hol, memulangkan anak-anak dan perempuan dari Suriah adalah hal yang menjadi topik kontroversial di berbagai negara. Pemerintah setempat enggan melakukannya karena khawatir kemungkinan adanya ancaman keamanan, atau mendapatkan reaksi negatif dari publik, atau bahkan keduanya.

(ae/yf)