1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pecinta Alam Kashmir di Antara Konflik dan Perubahan Iklim

Furkan Khan
16 Oktober 2020

Konstruksi ilegal, penyelundupan kayu, dan konflik selama puluhan tahun telah merusak hutan-hutan di lembah Kashmir. Tetapi penduduk setempat berupaya untuk melindungi keunikan rumah mereka di Himalaya.

https://p.dw.com/p/3jxdR
Global Ideas | Kaschmir Region
Sartaj Ahmad Magray (21), seorang pemandu wisata trekking di PahalgamFoto: Furkan Khan

Sartaj Ahmad Magray (21) adalah pemandu wisata untuk aktivitas trekking di Pahalgam, lembah resor yang terletak di kaki pegunungan Himalaya. Selama musim panas, banyak wisatawan datang untuk mendaki lereng hijau dan menikmati pemandangan danau glasial biru yang berkilauan.

Tapi untuk saat ini, Magray melakukan sesuatu yang berbeda. Bersama sekelompok anak laki-laki dari desanya, dia secara sukarela mengumpulkan sampah yang ditinggalkan oleh turis di rute trekking di ketinggian hingga 3.000 meter. Dengan membawa karung goni, mereka mulai bekerja membersihkan sampah di area air terjun yang dikelilingi rimbunnya hutan pinus.

"Kami melakukan ini, karena kami pikir itu untuk keuntungan kami. Tempat-tempat itu sangat tinggi, tidak ada yang membersihkan sampah di sana," katanya. "Pemerintah tidak memperhatikan."

Global Ideas | Kaschmir Region
Majid Magray (12) dan Waseem Ahmed (16) membantu Magray mengumpulkan sampahFoto: Furkan Khan

Pariwisata mengancam keanekaragaman hayati yang unik

Pahalgam adalah sebuah kota wisata di distrik Anantnag, Jammu, dan Kashmir, India yang terletak di ketinggian 2.740 meter. Hutan dan hamparan padang rumput hijau, lembah, serta sungai-sungai yang mengalir adalah rumah bagi beruang, marmut Himalaya, dan spesies langka lainnya yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia, seperti burung penangkap lalat Kashmir dan rusa Kashmir.

Jaringan gletser, sungai, dan danau di kawasan ini tidak hanya menghidupi beragam satwa liar, tetapi juga memasok air ke miliaran orang di Asia. Terlepas dari konflik yang terjadi selama puluhan tahun terkait sengketa wilayah antara Pakistan dan India, keindahan lembah Kashmir mampu menarik banyak turis dari seluruh dunia. Selain memberikan peluang kerja bagi penduduk lokal seperti Magray, hal itu juga berdampak pada lingkungan.

Global Ideas | Kaschmir Region
Wisatawan berkemah dan menikmati pemandangan sungai Lidder yang mengalir melalui lembah PahalgamFoto: Furkan Khan

Lebih dari 200 resor dan hotel di Pahalgam melanggar batas hutan dan mengancam kehidupan satwa liar, kata ahli lingkungan lokal Mushtaq Ahmad Magrey, atau dikenal sebagai Mushtaq Pahalgami. 

Pahalgami mendirikan Organisasi Kesejahteraan Himalaya di tahun 2008 untuk mengkampanyekan resor atau tempat wisata yang lebih bersih dan lebih ramah lingkungan di Kashmir. Dia mendukung aksi bersih-bersih Magray dan juga mendorong penggunaan kantong bukan plastik di desanya.

Memerangi konstruksi ilegal

Pertarungan terbesar aktivis lingkungan adalah melawan para pengembang. Namun, Pahalgami telah berhasil meminta pihak berwenang untuk membatasi dan memagari kawasan hutan yang dilindungi dari kegiatan konstruksi.

"Sekelompok orang kaya ingin mengambil alih tanah ini, tetapi karena lahan ini telah dipagari, mereka tidak dapat berbuat banyak sekarang. Ini adalah tanah seluas ratusan hektar," kata Pahalgami, sambil menaiki tangga besi cor ke daerah hutan tempat dia menanam pohon pinus, kenari, dan apel.

Global Ideas | Kaschmir Region
Mushtaq Pahalgami (39) berdiri di depan hutan yang ia garapFoto: Furkan Khan
Global Ideas | Kaschmir Region
Pahalgami mengatakan hotel dan resor merambah hutan di daerah tersebutFoto: Furkan Khan

Meski ada moratorium pembangunan baru di Pahalgam sejak 2010, namun hotel dan fasilitas wisata lainnya terus bermunculan dan melanggar batas hutan.

Pahalgami mengajukan pelanggaran ini hingga ke pengadilan. Setelah sidang, dia diserang secara fisik. Meski tidak yakin siapa yang menyerangnya, tetapi Pahalgami menilai penyerangan itu ada kaitannya dengan upayanya menjaga hutan dari para pengembang. Tetap Pahalgami tidak terpengaruh. "Jika saya takut, saya tidak akan bisa menyelesaikan apa pun. Dan saya tidak bisa membiarkan itu terjadi," katanya.

Pembangunan versus lingkungan

Konflik selama puluhan tahun, kekacauan politik, dan pemerintahan yang melemah di wilayah sengketa telah berakibat pada perusakan hutan. Pembalakan liar dan penyelundupan kayu terjadi begitu saja tanpa banyak perlawanan. Kondisi hutan di seluruh Kashmir makin memburuk. Ancaman lainnya muncul ketika pemerintah baru saja membuat keputusan memudahkan pengalihan fungsi hutan untuk pembangunan.

“Pembangunan dan lingkungan tidak pernah sejalan, beberapa area hutan habis digunakan. Jika diizinkan, maka akan ada kompensasi yang bisa disalurkan kembali untuk kepentingan perkebunan,” kata Farooq Geelani, Kepala Konservator Hutan untuk Lembah Kashmir di departemen kehutanan setempat.

Penghijauan kembali kota

Abdul Hamid Bhat menjalankan bisnis yang sukses dengan memperbaiki dan menjual mobil di Jammu, Kashmir, Srinagar, dan tidak asing dengan kerusakan lingkungan akibat dampak pembangunan. Mengingat kotanya sebagai tempat yang jauh lebih hijau ketika dia masih kecil, Bhat telah menanam jutaan pohon hingga saat ini.

"Setiap kali saya mengunjungi suatu tempat atau kebetulan melihat area di mana deforestasi terjadi, saya selalu menanam pohon di sana," kata Bhat.

Global Ideas | Kaschmir Region
Abdul Hamid Bhat (55) duduk di kantor di atas bengkelnya, dikelilingi foto-foto penggerak perkebunan dan penghargaan yang diterimanyaFoto: Furkan Khan

Bhat mengadakan tur berkeliling perkebunan di Srinagar dan sekitarnya, membeli ratusan benih pohon dengan uangnya sendiri dan menanamnya di daerah yang terkena deforestasi. Dia juga memberikan pohon yang masih muda kepada klien dan mitra bisnisnya.

“Apa yang saya lakukan sangat kecil. Mungkin tidak terlihat, tapi saya ingin meningkatkan kesadaran dan memotivasi pengusaha lain bekerja untuk lingkungan,” katanya.

Perubahan iklim mengancam gletser

Untuk semua upaya yang dilakukan oleh penduduk setempat dalam melestarikan kawasan hijau Kashmir, krisis lingkungan yang lebih besar membayangi seluruh wilayah, termasuk Gletser Himalaya - sumber air penting bagi miliaran orang.

"Gletser ini disebut menara air Asia, atau kutub ketiga," kata Shakil Ahmed Romshoo, seorang ahli geografi di Universitas Kashmir. "Dalam 50 tahun terakhir, kami telah kehilangan hampir 23% tutupan glasial."

Romshoo adalah salah satu dari sedikit ilmuwan yang bekerja di wilayah tersebut, di mana para ahli mengatakan kurangnya data menghambat studi iklim.

Global Ideas | Kaschmir Region
Magray dan relawan lainnya beristirahat di sela-sela mengumpulkan sampahFoto: Furkan Khan

Selama bertahun-tahun baku tembak sering terjadi, aturan jam malam, penguncian wilayah dan pembatasan komunikasi telah mempersulit para ilmuwan untuk melakukan pekerjaan lapangan di sana, menurut Romshoo.

Pemandu trekking Magray melanjutkan pekerjaan membersihkan sampah di tengah-tengah masalah itu semua.

Sesekali Magray beristirahat dari kegiatan memungut sampah, di bawah naungan pohon rindang dan melihat ke puncak putih Himalaya. Magray mengatakan dia tidak belajar tentang perubahan iklim di sekolah, tetapi dia dibesarkan untuk menghargai kemegahan alam Kashmir.

"Para leluhur kami, orang-orang terpelajar, mengajari kami manfaat menjaga kebersihan tempat," kata Magray. "Anda sendiri cenderung memahaminya, seiring waktu."

(Ed: ha/rap)